Tuesday, 17 June 2014

Pulau Pisang, Pesisir Barat Lampung bagian 2 : Masa Kejayaan

   



Pulau Pisang adalah sebuah pulau kecil, di wilayah krui, Pesisir Barat, Lampung. Pulau yang menghadap kota Krui ini bisa dicapai dalam tempo lebih kurang 45 menit, dari pelabuhan di kota Krui, dengan perahu motor, atau sekitar 15 menit dari desa Tembakak. Tembakak adalah sebuah desa di daratan Sumatera yang terdekat dengan pulau ini. Jarak Pulau Pisang dengan Tembakak  sepanjang ± 1.900 m dengan kedalaman laut ± 20 meter, dalam mendukung krui kota internasional salah satu sasaran kunjungan wisata maka sangat dimungkinkan pulau pisang dibangun transportasi kreta gantung pengikat turism.

Luas Pulau ini sekitar 2.310 hektar, dengan penduduk kurang dari 2.000 orang. Pulau yang makmur oleh kejayaan cengkeh pada tahun 1970-an ini, kini nyaris terbengkalai. Ribuanpenduduknya bertransmigrasi ke daratan Sumatera dan ke Pulau Jawa, seiring dengan matinya pohon-pohon cengkeh pada awal tahun 1980-an.
Dari awal tahun 1970-an hingga awal tahun 1980-an, pulau pisang dikenal sebagai wilayah penghasil cengkeh terbesar di Pesisir Barat. Kejayaan perkebunan cengkeh pada masa itu, membawa kemakmuran yang signifikan bagi penduduknya. Begitu berjayanya pulau ini ketika itu, sehingga banyak orang-orang dari daratan Sumatera berduyun-duyun mendatangi pulau ini, untuk berniaga, atau bekerja sebagai buruh petik di ladang-ladang cengkeh milik penduduk pulau ini.
Seiring dengan bertambah jayanya perkebunan cengkeh, bertambah jaya pula penduduknya. Banyak penduduk pulau ini, yang kebanyakan petani cengkeh, berubah menjadi orang kaya. Rumah-rumah bagus banyak didirikan. Anak-anak banyak yang dikirim sekolah ke Pulau Jawa dan Sumatera. Segala kebutuhan harta benda bisa mereka penuhi. Pada masa itu, banyak petani cengkeh yang menjelma menjadi juragan baru.
Belakangan, anak-anak yang dikirim orang tuanya bersekolah di Pulau Jawa dan Sumatera, pada tahun 1970-an lalu itu, banyak yang menjelma menjadi orang penting, dan menetap di kota-kota besar di Jawa dan Sumatera, tanpa pernah kembali lagi ke kampung halamannya, di pulau ini.
Ketika pohon-pohon cengkeh itu mati pada awal tahun 1980-an, pulau ini pun seolah berubah menjadi pulau mati. Penduduknya sebagian besar bereksodus ke daratan Sumatera dan Pulau Jawa. Meninggalkan rumah dan ladang mereka. Banyak di antara rumah-rumah yang tergolong mewah itu dijual murah oleh pemiliknya. Sebagian yang tak terjual, terbengkalai tanpa penghuni. Penduduk yang semula cukup ramai, menurun drastis. Yang tinggal hanyalah para petani kelapa dan nelayan.
Pulau Pisang terdiri dari enam pekon (kampung); Pekon Lok, Labuhan, Sukadana, Pasar, Sukamarga, dan Bandar Dalam. Di kampong-kampung ini, masih terdapat rumah-rumah bagus sisa-sisa kejayaan masa lalu, yang terbengkalai, ditinggal penghuninya.

Saat ini, penduduk yang tersisa di pulau ini mengalami banyak kesulitan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Tidak ada pasar atau kalangan di pulau ini. Segala kebutuhan hidup sehari-hari harus dibeli di daratan Sumatera. Keadaan ini sudah berlangsung lama, semenjak matinya pohon-pohon cengkeh dan eksodus penduduk pada awal tahun 80-an.

Oleh karena itu, penduduk pulau ini, yang masih terobsesi untuk mengembalikan kejayaan di masa lalu, mencoba kembali menanam pohon-pohon cengkeh. Sekarang pohon-pohon cengkeh itu kembali tumbuh, siap untuk mengembalikan kejayaan masa lalu yang hilang itu. “Mudah-mudahan, pohon-pohon cengkeh itu akan berbunga dalam tempo lima tahun lagi. Sehingga orang-orang yang merantau itu akan kembali lagi”, kata salah seorang penduduk.

Pulau Pisang adalah sebuah pulau yang indah untuk dikunjungi. Pulaunya indah dan pantainya cantik. Di pulau ini Anda bisa berenang, berperahu, berlayar, menyelam, memancing, memotret, atau hanya sekedar melihat-lihat. Selancar tidak terlalu bagus di sini. Jarang ada orang berselancar di pulau ini. Tapi jangan harap Anda akan mendapat banyak pisang di pulau ini, karena penduduk pulau ini malah mencari pisang ke daratan Sumatera.

Untuk mencapai pulau ini, Anda bisa memulainya dari pelabuhan kota Krui, atau dari pelabuhan Tembakak. Tembakak adalah sebuah desa kecil di daratan Pulau Sumatera yang tepat menghadap pulau ini. Dari Tembakak, Anda bisa menumpang perahu nelayan kecil, bersama penduduk setempat, atau Anda bisa mencarter sebuah perahu. 

Ongkos penyeberangan dari Tembakak sekitar Rp.10.000, sedangkan dari Krui sekitar Rp.20.000. untuk mencarter perahu motor, dari Krui Anda akan dikenai biaya setidaknya Rp.600.000 untuk seharian penuh. Bila Dari Bengkulu, Bandar Lampung Transportasi Udara ke Krui dapat menumpangi Kapal Udara Susi Air ( Bdr Lampung – Krui; Krui – Bengkulu):dengan Tarip perorangan Rp.300.000,-(penerbangan 2 x perminggu), dengan Carter Pesawat PP kapasitas 12 orang Rp 20.000.000,- (20 juta rupiah)

Tidak ada tempat penginapan di pulau ini. Jika Anda terpaksa bermalam, Anda harus membawa tenda, atau menumpang di rumah penduduk. Biasanya penduduk pulau ini tidak keberatan jika ada turis menginap di rumahnya.*
Sumber : info1

0 comments:

Post a Comment